Praktik Kerja pada Pedagang Besar Farmasi (PBF)



Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Pedagang Besar Farmasi (PBF) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dan yang dimaksud PBF Cabang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, Apoteker melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang ditetapkan Menteri dan menerapkan Standar Prosedur Operasional yang dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

Fungsi PBF

Adapun fungsi dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) itu sendiri dapat dilihat dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1148 Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, dan perubahannya pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2017 adalah sebagai berikut :

  • PBF dan PBF cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan oleh menteri
  • PBF dan PBF cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh menteri
  • Setiap PBF atau PBF cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran ditempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB
  • PBF dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  • PBF hanya dapat menyalurkan obat dan atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai dengan surat pengakuannya
  • Setiap PBF dan PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang- undangan
  • Selain menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat, juga sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

 

Tujuan dan Aspek CDOB

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam setiap Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Tujuan diterapkannya CDOB di setiap PBF antara lain:

  • Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat diperoleh yang dibutuhkan pada saat diperlukan.
  • Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
  • Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
  • Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan, termasuk selama transportasi.

 

Peranan Farmasis di PBF

Pentingnya menjamin kualitas obat dilevel distribusi tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Oleh karena itu, pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi di wajibkan memiliki seorang apoteker penanggung jawab. Seorang tenaga kefarmasian dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasiannya pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Peran apoteker dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi adalah menjamin produk sampai ke tangan konsumen pengguna dengan keamanan, khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan, mengontrol legalitas penyaluran obat (recheck kebenaran surat pesanan apotek dan apoteker penanggungjawab, mengontrol penyimpanan obat sesuai peraturan dan mengontrol jika terdapat produk retur dan penarikan obat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi pasal 14 yaitu:

  1. Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
  2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang.
  4. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja dengan tebusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan dan Kepala Balai POM.
  5. Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama dalam waktu 3 (tiga) bulan dan dapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

 

Etika Praktik Kerja Lapangan di PBF:

  1. Keterbukaan dan Kerahasiaan: Mahasiswa harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama PKL, tetapi juga harus siap untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan jujur dan transparan.
  2. Komitmen dan Disiplin: Mahasiswa harus menunjukkan komitmen dan disiplin dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan.
  3. Respek dan Profesionalisme: Mahasiswa harus menunjukkan respek dan profesionalisme dalam berinteraksi dengan staf  PBF, serta dengan pasien dan masyarakat yang berhubungan dengan kegiatan PKL.
  4. Penggunaan Teknologi dengan Bijak: Mahasiswa harus menggunakan teknologi dengan bijak dan etis, terutama dalam mengakses dan mengolah data yang sensitif.
  5. Pengelolaan Obat dengan Benar: Mahasiswa harus memahami dan mengikuti prosedur pengelolaan obat yang benar, termasuk penanganan obat yang tidak diperlukan dan penggunaan obat yang tepat.
  6. Pengembangan Keterampilan: Mahasiswa harus berusaha meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka selama PKL, serta memanfaatkan kesempatan belajar yang ada.
  7. Kepatuhan Peraturan: Mahasiswa harus mematuhi semua peraturan dan standar operasional yang berlaku di  PBF, serta memahami dan mengikuti aturan keamanan laboratorium dan kebersihan.
  8. Melengkapi dan melaksanakan kewajiban administrasi dan tugas sesuai panduan pelaksanaan PKL.
  9. Pengembangan Hubungan Kerja: Mahasiswa harus berusaha membangun hubungan kerja yang baik dengan staf  PBF, serta memanfaatkan kesempatan untuk belajar dari pengalaman mereka. 

Komentar

Postingan Populer