Tuberkulosis dan Mekanisme Kerja OAT (Obat Anti Tuberkulosis)

Batuk terus menerus lebih dari 2 minggu? mari kenali gejala tuberkulosis paru dan bagaimana proses kerja antibiotiknya dalam tubuh.





Penyakit tuberculose (TBC) atau TB (tuberculose bacillus) merupakan penyakit menular yang umum di jumpai di rumah sakit di Indonesia. hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC adalah penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi pada semua kelompok usia. pada tahun 1999 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 538.000 kasus baru TBC dengan kematian TBC sekita 140.000 di perkirakan pada setiap 100.000 penduduk indonesia terdapat 130 penderita baru TBC paru BTA positif.


Penyakit tuberkulosis ini di sebabkan oleh berbagai strain mycobacterium, umumnya Mycobacterium tuberculose yang biasanya menyerang paru dan bisa berdampak pada organ lain. ia dapat menginfeksi melalui udara yang mengandung mycobakterium dari penderita atau pun dengan kontak langsung lalu masuk melalui saluran pernafasan. jika bakteri tsb telah masuk kedalam saluran pernafasan lalu sampai di paru-paru maka ia dapat bertahan dari proses fagositosis (proses pengahancuran zat asing dalam tubuh oleh sel imun ; makrofag) karena ia mempunyai senyawa asam mikolat.

Gejala yang di timbulkan di antaranya :
1. batuk-batuk selama lebih dari dua minggu dapat disertai darah.
2. nyeri dada
3. berkurangnya nafsu makan
4. berkeringat dingin saat malam hari

Dengan demikian maka sangat bermanfaat bagi kita untuk mencegah dan terlibat dalam proses penyembuhan keluarga, kerabat, teman, atau passien penderita tuberkulosis yang memang harus dengan sabar dan bertahap dalam menjalani proses pengobatannya.


Pengobatan Tuberkulosis ini memerlukan waktu sekitar dua bulan (fase intensif) di sertai kontrol, jika tidak di temukan BTA setelah dua bulan maka pengobatan dapat dihentikan dengan di ketahui organ dan penyebab infeksi. jika setelah dua bulan di temukan BTA positif maka proses pengobatan di lanjutkan selama empat bulan (fase lanjutan).
Kali ini kita akan mengulas sedikit tentang OAT pada fase intensif.


WHO merekomendasikan pengobatan dengan DOTS (Directly Observed Treathment Shortcourse chemotherapy) yang saat ini di Indonesia di kenal dengan program OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang merupakan obat terjangkau bahkan di gratiskan bagi penderita tuberkulosis di puskesmas atau instansi kesehatan lain.


Pada OAT didalamnya terkandung Isoniazid, rifampicin, pirazinamid, etambutol.
rifampicin merupakan antibiotik untuk infeksi Staphylococcus sp, bruselosis, Pneumonia legionnaires, kusta, dan TBC. Isoniazid, streptomycin dan pirazinamid merupakan senyawa antituberkulosis. ethambutol sebagai antituberkulosis merupakan satu-satunya yang bersifat bakteriostatik (hanya mencegah pertumbuhan bakteri).


Kenapa obat antituberkulosis ini di kombinasikan, padahal fungsinya sama?

Hal ini di karenakan bakteri yang mampu resisten terhadap suatu antibiotik, hal ini pula yang menyebabkan proses pengobatan membutuhkan waktu cukup lama. 

Jenis OAT
Sifat
Dosis rekomendasi (mg/kg)
harian
3x seminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5
(4-6)
10
(8-12)
Rifampicin (R)
Bakterisid
 10
(8-12)
10
(8-12) 
Pyrazinamid (Z)
Bakterisid
25
(20-30)
 35
(30-40)
Streptomycin (S)
Bakterisid
15
(8-12) 
15
(12-18) 
Ethambutol (E)
Bakteriostatik
15
(15-20) 
30
(20-35) 


1) Isoniazid 
Merupakan antituberkulosis yang bersifat bakterisida dan harus dikombinasikan dengan obat antituberkulosis lainnya.

Cara kerja
Isoniazid menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan zat pada dingding sel mikrobakterium yang menyebababkan ia tahan asam, dengan di hambatnya asam mikolat baka perlahan sifat tahan asam bakteri akan hilang. 

Efek samping
Mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optic, gatal-gatal, hiperglikemia, yakni peradangan saraf dengan gejala kejang dan gangguan penglihatan, lemah serta an-oreksia.

Mekanisme Farmakokinetik
Dari usus lalu berdifusi ke dalam cairan dan jaringan tubuh, di dalam hati, INH di asetilasi oleh enzim asetil transferase menjadi metabolit inaktif. plasma- t1/2 nya antara 2 hingga 4 jam tergantung kecepatan asetilasi. 


2) Rifampisin 
Antibiotik ini merupakan derivat semi sintetis dari rifampisin B yang dihasilkan oleh bakteri Streptomyces mediterranei. Rifampisin berkhasiat bakterisid luas, baik yang berada diluar maupun di dalam sel (ekstra-intraseluler). 

Cara kerja 
Mengganggu enzim RNA- polymerase pada bakteri sehingga sintesis RNA terganggu. 

Efek samping
Dapat menyebabkan mual, muntah, sakit ulu hati, anemia, diare, dan gejala gangguan SSP atau reaksi hipersensitasi. Dapat pula menyebabkan penyakit kuning, terutama bila dikombinasikan dengan INH (isoniazid) yang juga bersifat toksis bagi hati.

Mekanisme Farmakokinetik
Re-absorpsi nya di usus sangat tinggi, pendistribiusian ke jaringan dan cairan tubuh baik. Plasma t1/2 nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam. Ekskresinya khusus melalui sauran empedu, sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif (tidak selalu). 


3) Etambutol 
Etambutol sebagai bakteriostatik (mencegah pertumbuhan). Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. 

Cara kerja
Etambuthol bekerja dengan mengblock sintesis metabolit sel bakteri sehingga metabolismenya terhambat dan sel mati. 

Efek samping
Dosis harian sebesar 15 mg/kg berat badan menimbulkan efek toksis yang kecil. Pada dosis ini pasien (dalam jumlah kecil) akan mengalami penurunan ketajaman penglihatan, kemerahan pada kulit dan demam. 

Mekanisme Farmakokinetik
Melalui oral sekitar 75-80% etambutol di absorpsi dari saluran cerna. Kadar puncak dari plasma di capai 2-4 jam. Dosis tunggal 15 mg/kg berat badan menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam. 


4) Streptomisin 
Senyawa ini bersifat bakterisid terhadap banyak kuman Gram negatif dan Gram positif. 

Cara kerja
Menghambat sintesa protein bakteri dengan jalan pengikatan pada RNA ribosomal. Antibiotik ini toksis untuk organ pendengaran dan berakibat pada keseimbangan. 

Efek samping
Neuritis optica (radang saraf mata) yang bersifat reversible apabila pengobatan dihentikan. Sebaiknya jangan diberikan pada anak kecil, karena kemungkinan gangguan penglihatan sulit di deteksi. 

Mekanisme Farmakokinetik 
Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma t1/2 nya 3-4 jam .Ekskresinya melalui ginjal (80%). 


5) Pirazinamid 
Zat ini bekerja sabagai bakterisid pada suasana asam atau bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. 

Cara kerja
Pirazinamid di ubah menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari basil TBC. Begitu Ph dalam makrofag di turunkan, maka bakteri akan menjadi asam lalu mati. 

Efek samping
Ikterus (hepatotoksisitas) terutama pada dosis diatas 2g sehari. Dapat pula menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung hingga usus, fotosensibilisasi, demam, malaise (lemah dan lasu) dan anemia, juga menurunkan kadar gula darah. 

Mekanisme Farmakokinetik
Proses reabsorpsinya cepat, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam. Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang lebih 70% pirazinamida di ekskresikan melalui urin.



Mekanisme kerja OAT secara gabungan:
  • Isoniazid bekerja dengan menghambat sintesis asam mikolat. Kenapa? Karena asam mikolat merupakan senyawa pada dinding sel mycobacterium tuberculose yang menyebabkan ia resisten terhadap sel imun manusia, dengan di hambatnya sintesis asam mikolat maka perlahan bakteri tersebut dapat bersifat asam.
  • Rifampisin menghambat aktifitas RNA polymerase yang tergantung DNA pada sel-sel yang rentan.
  • Pirazinamid adalah analog pirazin dari nikotinamid yang bersifat bakteriostatik atau bakterisid terhadap mycobacterium tuberculosis tergantung pada dosis pemberian.
  • Ethambutol menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan kerusakan pada metabolisme sel, menghambat multiplikasi, dan kematian sel.
  • Streptomisin adalah antibiotic bakterisid yang mempengaruhi sintesis protein.
  • Etionamida dapat bekerja sebagai bakteriostatik atau bakterisid tergantung pada konsentrasi obat. Ia dapat menghambat sintesis peptide pada organism yang rentan.
  • Asam aminosalisilat menghambat pembentukan komponen dinding sel, mikobaktin, dengan menurunkan pengambilan besi oleh mycobacterium tuberculosis. 




Daftar pustaka

Departemen Kesehatan R.I. 1979. Farmakope Indonesia. Ed: Ketiga. Hal 63, 320, 560, 571.

Sukandar, Yulinah Elin. etc. Iso Farmakoterapi. ISFI.

Departemen Kesehatan R.I, 1989. Bakteriologi Klinik. Pekanbaru : Abdurrab.

Gandasoebrata, R,. 2004. Penuntun Laboraturium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.

youtube. Anti TB Drugs Mnemonics.

Komentar

Postingan Populer